Finally Two Stripes (?)

Finally Two Stripes (?)


Apa sih yang ditunggu-tunggu oleh pasangan suami istri? Di Indonesia, mostly sejak awal pernikahannya mereka pasti menanti datangnya dua garis testpack di pagi hari. Termasuk kami. Enam bulan pertama kami masih belum ambil pusing hingga saya di diagnosis PCOS. Dari stress hingga pasrah, bahkan sampai menduga bahwa testpack itu rusak karena selalu bergaris satu. Pagi itu di bulan Oktober 2015 kami dikejutkan oleh dua garis pada testpack, jelas sekali! Sampai-sampai kami cubit-cubitan ini mimpi atau sungguhan. Dari keterangan pada bungkus testpack menyatakan jika dua garis berarti positive. Yeay I’m pregnant (?)

Satu strip yang dulu selalu bersembunyi akhirnya muncul juga.

Perasaan senang? BANGET (capslock jebol stabilo bocor 😀 ). Tanpa menunda kami langsung bergegas pergi periksa ke dokter kandungan. Kami memilih dr. M yang pada hari itu available. Hasil usg menyatakan masih berupa penebalan rahim dan diminta kembali 2 minggu lagi. Pulang dengan penuh harap 2 minggu lagi kami bisa mendapat kabar gembira. Menunggu waktu 2 minggu kami pakai untuk nge-trip ke malang gratis hadiah dari lomba di kantor (hehehe jangan iri).

Gejala yang saya alami sebelum tes urine menggunakan testpack sama dengan gejala-gejala tamu bulanan, perut dan pinggang sakit bukan main kali ini lebih sakit, selain itu diikuti dengan flek beberapa hari. Kala itu saya pikir memang mau mens tapi tiba-tiba flek berenti namun payudara makin terasa nyeri. Saya beranikan untuk testpack dan sudah menyiapkan diri kalau akan mengeluarkan hasil seperti biasa, yaa biasanya sih garis satu yaa. Ternyata tak disangka tak dikira hasil testpack 2 GARIS JELAS. WOOW!

Setelah 2 minggu, kami kembali ke dokter namun ternyata dr. M sedang cuti sehingga kami mengunjungi dr. N yang available di rumah sakit saat itu. Hasil usg sudah nampak kantong janin. Karena sebelum dinyatakan positif saya sudah absen mens selama 2 bulan jadi dokter berpatokan hanya pada usg saja sehingga dinyatakan kandungan saya berusia 5 minggu.

Namun ternyata ini bukan “akhirnya”, melainkan awal semua perjuangan.

Sepulang dari dokter, dimalam harinya tiba-tiba saya nge-flek lagi. Panik? Pasti. Karena baru pulang dari dokter jadi saya coba untuk bed rest. Kebetulan hari itu hari sabtu jadi saya punya waktu bed rest 2 hari tanpa harus izin kerja. Karena flek tidak muncul lagi saya masuk kantor seperti biasa. 2 hari flek hilang, namun kemudian muncul lagi. Saya makin panik. Kali ini saya bergegas ke dokter mengajak mamah. Dr. M dan dr. N yang sebelumnya kami kunjungi tidak praktek sehingga kami memutuskan mencari dokter siapa saja yang available karena kondisinya urgent. Dokter kali ini adalah dr. Y yang menangani persalinan mama 12 tahun lalu. Dari hasil usg dokter melihat masih berupa kantong dan belum nampak janin (loh kok masih sama minggu lalu). Dokter ini sudah memprediksi kalau saya hamil BO (Blighted Ovum), namun masih ditunggu perkembangannya minggu depan dan saya diberi obat penguat. Selain itu dr. Y menduga adanya toksoplasma ditubuh saya sehingga saya dirujuk untuk melakukan tes lab. Segera kami menuju laboratorium rumah sakit bersangkutan untuk melakukan tes. Hasilnya menunjukkan bahwa virus toksoplasma dan rubella memang pernah menjangkiti tubuh saya, namun tidak membahayakan janin. Saya diberikan obat terapi selama 2 bulan untuk melemahkan virus toksoplasma tersebut.

Setelah kunjungan ke dr. Y flek berhenti. Harapan saya semakin besar janin dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik. Karena merasa sreg dan cocok dengan dr. M, kami kembali mengunjungi beliau. Kami ceritakan telah ke dokter A B C dan kronologis keluarnya flek. Saya di periksa melalu USG transvaginal, dalam layar monitor memang terlihat kalau kantung janinnya terjadi pendarahan. Untuk hal ini dokter masih positif thinking dan menunggu seminggu lagi dengan harapan janin masih bisa dipertahankan. Kamipun pulang dengan penuh harap.

Seminggu lagi, hari itu hari yang dijanjikan oleh sang dokter, kami pergi ke RS dan mendapat antrian siang hari. Pagi hari sebelum kami berangkat flek itu muncul kembali. Pasrah apapun yang akan terjadi. Kami bergegas ke RS – antri – kemudian diperiksa kembali oleh dr. M melalui USG Transvaginal. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kantung janin masih terjadi pendarahan dan bentuknya sudah tidak bagus lagi. Dokter menyimpulkan kalau saya kehamilan saya Blighted Ovum atau sering disingkat hamil BO. Saya tanya penyebabnya apakah dari toksoplasma atau apa, namun dokter yakin bukan karena tokso yang pernah saya alami. Dokter menjelaskan kalau BO ini bisa saja terjadi karena kromosom dari ovum atau sperma yang kurang baik ketika terjadi pembuahan. Dan mereka mengalami seleksi alam, dimana kromosom baik akan dapat bertahan dan berkembang sedangkan yang kurang baik akan gugur. Dokter menawarkan 3 opsi: ditunggu keluar dengan sendirinya, peluruhan dengan obat atau pengeluaran dengan kuretase. Saya memilih pengeluaran dengan menggunakan obat karena sebenarnya saya takut sekali jika harus di kuret. Dokter membebaskan saya kapan siapnya meminum obat peluruh tsb.

Saya memutuskan untuk meminumnya keesokan harinya saja, dimalam harinya kami berbincang sejenak dengan janin kami dalam perut. Kami berbisik “Umi-Abi ikhlas Allah lebih sayang kamu, bismillah besok umi minum obat peluruhnya ya nak.” Walau tidak mampu bertahan namun janin kecil tersebut tetap selalu ada dihati.

10 bulan kami menunggu tapi ternyata Allah menganggap belum saatnya. Sedih pasti, namun kita harus selalu berprasangka baik pada Allah. Pelajaran yang bisa saya ambil dari sini, Allah menunjukkan kalau saya mampu untuk hamil secara alami.

Leave a comment